The Unique Life

stories about men from women point of view...my point of view...

Sunday, September 03, 2006

The No-Turning Back-Point


2 hari yang lalu aku mendapatkan sebuah undangan tergeletak di atas mejaku. Dari warna dan designnya, aku sudah tahu apa dan dari siapa benda tersebut. Pink, persegi panjang dengan gambar mawar di ujung kanan atasnya. It’s Steve’s wedding invitation.

Aku mencoba menyelidiki jauh ke dalam hatiku. Adakah rasa sakit di sela-sela detak jantungku. Dan aku bisa tersenyum dengan bangga sambil mengatakan : ”Nope...there is no more hurt there. I am no more wounded…at all. I am just happy for them.” Tapi 5 menit kemudian aku menelepon seorang teman dan dengan nada yang tidak biasa (kesal bercampur bingung sepertinya) memberitahukan bahwa,”Jeung…si Steve merid akhir minggu ini!” Dan sungguh, jujur, aku menikmati makian-makian yang keluar dari bibir temanku tersebut.

Mungkin benar bahwa tipis sekali batas antara sakit dan senang. Ketika aku merasa bahwa aku sudah melewati fase menyimpan kepahitan dalam hati dan melepaskan doa-doa berkat kepada kedua sejoli tersebut, aku kembali terhenyak dalam kenyataan bahwa ternyata ada sedikit sekali noda kecemburuan bahwa aku masih sendiri di sini. Aku sudah tidak lagi mempertanyakan,”Kenapa bukan gue yang dia pilih?!? Apa sih lebihnya dia daripada gue?” Tapi masih ada sedikiit (i-nya tambah 1) sekali kilas balik peristiwa-peristiwa manis dulu.

Ketika aku hampir memutuskan untuk mengajak Troy, salah seorang olahragawan yang sedang naik daun yang baru aku kenal beberapa minggu yang lalu, untuk pergi ke acara penuh cinta tersebut (sayangnya bukan cintaku).........Di saat itu aku melihat seorang bapak-bapak yang sedang makan berdua dengan seorang gadis yang masih jauh lebih muda daripadaku di sudut cafe favoritku ini. Yang pasti itu bukan anaknya, karena pandangan bapak-bapak itu yang penuh nafsu dan remasan tangannya terhadap jemari-jemari lentik gadis tersebut. Dan pada detik itu juga, aku tersenyum sendiri walau strawberry squash yang sedang kuseruput asam banget! Betapa bodohnya aku....

Mengapa hampir kulupakan bahwa sekarang ini banyak sekali pernikahan yang berjalan paralel dengan perselingkuhan, perkelahian mulut, perkelahian fisik, pisah ranjang, pisah rumah bahkan pisah kehidupan. So when I hold his hands at the altar, saying that I will love him forever in any kind of conditions, swearing in the name of God that only death will do us part, I’d better be so sure that he is the right guy. Jika memang sampai pada saat ini, detik ini, aku belum memiliki keyakinan seperti itu, kenapa juga aku harus termenung, menatap nanar benda berwarna pink di hadapanku ini?

Bukan waktu yang akan mengatur keputusan hidupku yang satu ini. Bukan juga peraturan tak tertulis dalam etika kehidupan sosial. Terlebih lagi bukan rasa sepi di hati ini. One thing I learn, tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang bisa menentukan kapan, di mana, dan siapa yang harus kupegang hatinya untuk seumur hidupku. I know for sure that marriage is a no-turning back-point.

Maybe I should thank that old guy I saw in my favorite dining café….., August 30, 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home