The Unique Life

stories about men from women point of view...my point of view...

Saturday, December 23, 2006

Baiklah.....Aku Mengaku.

Baiklah...aku mengaku. Aku tidak bisa melupakan dia, si pemain basket itu. Jamie? Dia bukan seorang penyanyi yang membuat banyak wanita beteriak histeris. Tapi dia (untuk sebuah nama ini, biarkanlah aku tetap menyimpannya sebagai suatu rahasia...) adalah seorang pemain basket nasional dari klub nomor satu di Indonesia, yang juga selalu membuat setiap wanita berteriak histeris memanggil namanya setiap kali dia melakukan dunk dengan gaya santainya.

Baiklah...aku mengaku. Aku masih menyimpan namanya di hatiku, meskipun aku sudah menyiapkan sebuah sumpah cinta untuk dibacakan di depan ratusan orang. Aku masih merasa sakit setiap kali aku mengatakan pada diriku sendiri : ”It’s over...”

Baiklah...aku mengaku. Kebanggaan berjalan di sisinya (meskipun aku terlihat pendek sekali berjalan di samping sosok setinggi 190cm-an itu) membuatku melayang. Betapa aku menikmati tatapan iri ribuan wanita ketika ia menghampiriku dari tengah lapangan basket dan bercanda tentang anting di belly-button-ku. Aku begitu menginginkan semuanya itu. Dan aku takut aku telah membuat keputusan yang membuatku menyesal telah melepaskan semua hal yang begitu indah tersebut.

Baiklah...aku mengaku. Aku sedang berada di tengah pusaran mimpi dan kenyataan. Adalah kenyataan bahwa aku sudah mengambil langkah itu dan tidak bisa mundur lagi dari jawaban ”Yes, I do...”. Juga adalah mimpi indah bahwa dia menatapku dalam dengan tatapan yang membuatku luluh. Dan aku tidak sok puitis jika aku mengatakan bahwa tatapan kami begitu penuh arti....tanpa ucapan....tapi begitu dalam mengiris perasaan kami berdua.

Baiklah....aku mengaku. Aku sudah salah. Tapi sekarang, dengan mata yang masih berkaca-kaca mengingatnya, aku menatap cincin putih satu mata dengan ukiran namaku dengan last name yang sudah berbeda.... Aku akan belajar melaluinya. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu.

Guratan itu begitu indah. Tapi aku sudah memegang penghapus di tanganku dan bersiap menghapusnya.... Memulai bab baru dengan kertas putih yang bersih. Aku pasti bisa.... karena semuanya sudah berlalu.

Wednesday, December 06, 2006

HARD TO LET GO (Aku semakin sakit...)




Selasa malam....

Hari ini, setelah sekian lama, setelah cerita antara aku dan dia hampir menjadi sejarah, aku menemuinya. Setelah sekian lama aku dan dia tidak bertatapan, kali ini semuanya terasa begitu berbeda. Dia menjadi lebih terbuka dan aku menjadi lebih tertekan dan semakin sakit.

Beberapa hal yang begitu ingin aku dengar dari dia terucap.

”Kita nonton be’dua yuk!”

”Gue suka cewe yang mandiri dan bener-bener bisa support gue...”

”Udah saatnya gue mikir untuk cari cewe dengan serius”

Di saat kata-kata manis itu keluar dari bibirnya, aku menatapnya dan memberitahunya bahwa dalam hitungan bulan, jari manis tangan kananku akan menjadi milik sebuah lingkaran emas yang mengikat kehidupanku selamanya. Dia tertegun dan aku semakin sakit. Pada saat itu, sebuah pernyataan penuh penyesalan dari hatinya mengiris hatiku dan membuatku ingin menangis setiap kali mengingatnya. ”Bener kata anak-anak...gue selalu kelamaan kalo ngejer seorang cewe...Selalu telat....”

Aku selalu tertunduk. Takut menatap matanya di balik bingkai kacamata milikku. Pada saat itu, aku begitu ingin lari dari kenyataan dan menggenggam erat tangannya. Setelah keheningan yang begitu panjang, akhirnya ia berkata pelan,”Congratz.” Dan aku semakin sakit...

Ketika ia mengembalikan kacamataku yang ia pinjam, aku berbisik pelan,”I’m sorry...I’m so sorry....” Dan aku tahu, dia tahu, kami tahu, bahwa cerita aku dan dia sudah berakhir, dengan penyesalan, dengan sakit, dengan mata berkaca-kaca. There’s nothing else that we can do. Aku sudah memilih. Hanya saja aku tidak yakin apakah aku kuat menorehkan bab berikut dalam kehidupanku. Karena it’s too hard to let go...dan aku tidak merasa lega...tapi merasa semakin sakit.




Setiap tetes air mataku
Telah kuberikan untuk kisahku
Mengerti tapi tak dimengerti
Cintaku tlah diujung jalan

Setiap kata dari bibirku
Kadang tak sama dalam hatiku
Tersenyum dalam hati menangis
Cintaku tlah diujung jalan

(Agnes Monica – Cintaku tlah di Ujung Jalan)

Aku ada di dalam mobil itu, berdua dengannya, mendengarkan lagu ini, melagukan liriknya berdua...