The Unique Life

stories about men from women point of view...my point of view...

Monday, May 15, 2006

It's c0mpL1c4t3D


“Geez, I wish I can have a relationship like how you have it with Ray.” Aku masih ingat tepat kata per kata ucapan Pierre waktu itu. Aku hanya melihat Ray dan tersenyum penuh arti.

“You don’t want to. It took you lots of effort and thoughts, through a very long history. It’s amazingly complicated.” Ray menjawab sambil masih tersenyum penuh arti. Arti yang hanya dimengerti oleh dua orang yang telah melalui begitu banyak hal.

Bukan. Ray, Raydith, bukan kekasih yang selalu aku bawa ke dalam mimpiku setiap malam. Seorang teman yang muncul di waktu yang tepat, pergi di waktu yang tepat, kembali pada saat yang tepat dan selalu ada untukmu di saat yang tepat aku membutuhkannya. Yup, that’s Ray! Aku begitu merasa nyaman bersamanya. Aku bahkan tidak perlu mengucapkan apa-apa untuk memberitahu sesuatu kepadanya. Jika Ethan Hunt bisa berkomunikasi lewat gerakan bibir saja, aku dan Ray bahkan lebih dari itu. Aku tahu jika ada yang mengganggu pikirannya, begitu juga sebaliknya dia.

Maka, muncullah pertanyaan tersebut. What happened to the romance in the air? How come you guys don’t have it around you? Aku dan Ray akan menjawab lugas,”It’s complicated.”

Ya. Memang serumit itu. 8 tahun yang lalu kita hampir berpegangan tangan dan berjalan berdua di tepi pantai sambil menikmati romantisme khas dua sejoli. Sedetik sebelum itu terjadi, aku dan Ray duduk terdiam di kamarku dan melihat slide foto-foto bersama kami dan beberapa teman. It was so beautiful (though full of narcism at the same time). And there we were, menghadapi arti teman di depan monitor computer. Then we realized that this is eternal.

Cinta selalu mengharapkan lebih banyak

Cinta lebih mengikat kehidupan dari semua sisi

Cinta mengangkatmu dan akan menghempaskanmu

Cinta membuatmu sangat menderita ketika ia pergi

Tapi….

Teman tidak pernah mengharapkan apa-apa

Teman tidak pernah mengikat kehidupan dari sisi apapun

Teman tidak akan mengangkatmu dan menghempaskanmu

Dan teman tidak akan pernah membuatmu menderita jika ia pergi

Bukan. Aku bukan seorang pesimisme cinta. Aku masih seorang perempuan yang mengagung-agungkan cinta, kesetiaan, pangeran berkuda putih, pernikahan dengan baju putih panjang, dan tag-line “and they live happily ever after”. Kata Ray, “You are still a mellow-girl inside you, Diva. Who loves the smell of the fresh air and the sound of birds chirping around you.”

Ray. Raydith. Ia datang pada saat yang tepat. Saat aku merasakan bahwa cinta harus dibuang ke selokan depan rumahku. Ia pergi pada saat yang tepat. Saat aku sudah menamatkan kuliahku, memperoleh pekerjaan yang bagus dan sesosok pria yang sangat mencintaiku. Dan Ray kembali lagi pada saat yang tepat. Saat aku berada di ambang pergolakan hubungan dengan Steve.

It’s complicated. Tidak ada yang tahu bagaimana aku dan Ray memulai hubungan kami. Tidak ada yang melihat apa yang telah terjadi di tengah-tengahnya. Tidak ada yang mengerti bagaimana Ray sudah memiliki belahan jiwa yang tidak pernah aku setujui tapi aku sukai karena Ray begitu mencintainya. Tidak ada yang mencatat kondisi-kondisi yang telah memagari hubungan persahabatan kami sehingga menjadi sekokoh ini. Hanya manusia tidak normal seperti kami yang bisa menjalani hubungan seperti ini. But, who is normal anyway in this life nowdays?

Yes, it’s complicated.

Dedicated to Ray, the guy I have described above.

Jakarta, May 2006

Monday, May 08, 2006

Cerita Cinta I - MEMALUKAN



Aku mencintaimu

Tak pernah ucapan tak sayang muncul dari mulutku

Desahan nafasku tak pernah menyebutkan nama yang lain

Tubuhku gemetar setiap bayanganmu menyentuh kulitku

Sedetik tak pernah terlewatkan tanpa memikirkanmu

Bahkan aku terjaga dalam tidurku, hanya memikirkanmu

Engkaulah separuh dari hidupku


Sesuatu yang tidak biasa selalu mencuri pandangan dan perhatianku. Tepat seperti saat aku melihat sosok aneh yang tidak pernah tersenyum. Aura di sekelilingnya begitu penuh dengan bintang dan bunga. Tidak ada seorang pun yang berani kutanya tentang keberadaanmu. Aku malu. Padahal aku selalu memikirkanmu. Memalukan.

Jika aku bisa menggambarkan perasaanku, aku mungkin akan menggurat sehelai kertas putih besar dengan warna biru awan dan aku melayang di tengah-tengahnya dikelilingi oleh kupu-kupu berwarna merah jambu. Tapi kemudian aku akan memandangi kertas tersebut, mencoret gambar diriku dengan kesal, menyobek kertas tersebut dan membakarnya.

Aku ini memalukan. Makhluk tanpa keberanian, hanya berdiri di atas dua kaki yang tidak melangkah ke depan. Aku ini memalukan. Punya kepala yang hanya digunakan untuk menunduk jika dia lewat, dengan mata yang berusaha melirik bayangannya.

Sambil bergerilya seperti penyidik profesional aku mencari sejuta keterangan dan informasi tentang dirimu. Kusimpan sendiri dalam folder “exquisite”dengan password “suatuharinanti”. Aku tahu tentang hampir semuanya tentang dirimu. Pada malam hari, mimpi-mimpi tentang dirimu kurekam secara teratur dalam bilik tertentu dalam otakku.


Detik berganti menit berganti jam berganti hari berganti minggu berganti bulan berganti tahun. Kobaran hasrat untuk menghampirimu dan tersenyum bersamamu masih tersimpan erat dalam denyut nadiku. Tanpa ada seorang pun yang mengetahui, apalagi dirimu. Sungguh memalukan! Dan hari itu, pada hari naas hidupku itu, bisikan pendingin ruangan membawa berita yang menghentikan kerja otakku. “Denger-denger, dia udah mau kawin lho 3 bulan lagi. Padahal dia baru pacaran belom sampe 1 tahun.”


Tidak bisa! Kamu adalah separuh hidupku. Aku akan mati tanpa dirimu! Keberadaanmu yang membuatku tetap bertahan dalam segala jenis situasi buruk. Aku tidak mau membagimu dengan perempuan lain. Aku akan mengajukan protes. Aku akan berteriak. Aku akan merebutmu kembali! Kamu adalah milikku! Aku tidak mau hidup tanda dirimu! Aku tidak mau kehilanganmuuuuuuuuuuuuu!!!


Aku mendesah. Ya, aku ini memalukan. Sungguh memalukan. Mungkin kamu bahkan tidak mengetahui namaku, atau menyadariku bahwa aku ini ada.

Pojok kantor di Jakarta, 09 Mei 2006